Monday, November 29, 2010

TKI : Pahlawan yang ternistakan

Akhir-akhir ini kasus penyiksaan terhadap tki yang dilakukan oleh majikannya kembali menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Bukan sabagai bentuk antisipasi, tapi karena telah terjadi lagi kasus pembunuhan dan penyiksaan terhadap TKI yang ada di arab saudi. Memang seperti inilah watak pemimpin negara kita, tidak akan ada tindakan preventif dan penyelesaian juga alakadarnya dengan tingkat keberhasilan yang sangat rendah.

Akar permasalahannya bukanlah dari majikan yang tidak manusiawi, saperti yang ditudingkan. Walaupun fakta yang dilihat, para TKI kita dianiaya dengan sangat tidak manusiawi seperti tidak dikasih makan, tidak digaji, kekerasan fisik, bahkan kasus terbaru yang terjadi pada sumiati yang bibirnya digunting  dan kikim yang dibunuh dan mayatnya dibuang di tempat sampat. Memang miris dan sangat jauh dari nilai-nilai kemanusian, tapi secara internal, tentu kita perlu meninjau kembali beberbagai kekurangan yang terjadi dalam proses pengiriman TKI ke luar negeri. Jumlah TKI di luar negeri menurut angka statistik pemirintah mencapai 3,27 juta orang dan menurut lembaga pemerhati TKI Migrant Care, jumlah TKI mencapai 4,5 juta orang.  Hal yang sangat besar namun ditangani secara amburadul.

Jauh dari itu, pemerintah sendiri sebetulnya telah mengetahui sumber permasalahan dari TKI tersebut, tak jauh dari masalah kualitas dan manajement; runutannya begini:

1. Kurangnya manajemen pengiriman TKI: 
Hal ini sangat krusial dalam pendataan legalitas TKI yang dikirim ke suatu negara. Heran aja, kenapa banyak sekali agen-agen gadungan alias para calo bisa melakukan pengiriman TKI ke berbagai negara tanpa diketahui pemerintah. Seharusnya pemerintah selalu melakukan pemantauan-pemantauan langsung ke lapangan untuk memonitor pelaksaan pengiriman TKI. Sehingga pengiriman yang dilakukan selalu terdata dan berada dalam advokasi negara walaupun tidak sepenuhnya efisien dalam memberikan perlidungan atas hak hukum dan materi para TKI. Tidak seperti fenomena yang terjadi pada saat ini, agen-agen yang melakukan pengiriman secara ilegal menghilang setelah mendapatkan keuntungan yang besar, tanpa mau bertanggung jawab atas segala bentuk penganiayaan yang terjadi pada TKI.

2. Kurangnya soft skills para TKI yang kirim
Hal yang paling signifikan dalam komunikasi adalah kemampuan dalam berbasa. Kita tidak akan bisa berkomunikasi efektif apabila tidak bisa berbasa lisan yang baik dan benar. Permasalahan yang paling mendasar yang dialami para TKI kita adalah ketidakmampuan mereka berbicara dengan bahasa negara di mana mereka bekerja. Ini kembali kepada minimnya pembekalan yang diberikan oleh pemerintah maupun agensi-agensi swasta sebelum mengirim para TKI. Secara umum TKI yang dikirim tidak lebih dari lulusan sekolah dasar, yang pasti tidak memiliki kemampuan dalam berbahasa asing. Walapun hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) mereka tetap harus mampu berbahasa di mana mereka bekerja. Hal ini sebenernya telah dikatahui oleh pemerintah, khususnya PJTKI. Namun hingga saat ini, belum ada tindakan krusial yang dilakukan untuk memberikan kursus bahasa sebelum para TKI dikirim ke negara tempat mereka dipekerjakan.
Kekerasan terhadap para TKI di luar negeri secara umum didasari oleh kurangnya kemampuan berbahasa. Sehingga banyak pekerjaan rumah yang dilakukan tidak sebagaimana mestinya. Hal ini juga ditegaskan oleh Bapak Fahmi, salah seorang staff KBRI di Singapura dalam kesempatan kunjungan saya dan teman-teman ke Singapura tanggal 24 November yang lalu. Beliau menjelaskan bahwa kita sebenarnya harus membenahi terlebih dahulu kualitas para TKI yang dikirim. Sebagai contoh di Singapura, untuke mendapatkan seorang TKI bekerja sebagai PRT, seorang majikan harus membayar SG$ 3000. Hal itu meliputi berbagai biaya administrasi dan tiket TKI untuk sampai ke rumah mereka. Biaya yang mahal apabila tidak seusai dengan layanan yang diberikan tentukan akan menimbulkan emosi yang akhirnya bisa keluar menjadi tindakan kekerasan.

3. Kurangnya advokasi dari pemerintah
Advokasi dari pemerintah juga menjadi hal yang sangat krusial dalam penjaminan keamanan para TKI di luar negeri. Hal yang terjadi berlarut-larut hingga saat ini adalah penanggulagan masalah kekerasan terhadap TKI yang sangat minim.  Pemerintah tampak tidak pernah serius melindungi keberedaan TKI selama bekerja di luar negeri. Masalah yang seperti lagu lama yang diulang-ulang, ketika terjadi masalah, baru kocar-kocir itu dengan penyelesaian yang alakadarnya. Majikan yang melukakan kekerasan, penyiksaan, ataupun pembunuhan tidak pernah mendapat tindakan hukum yang adil. Jadi sejauh mana pemerintah serius dalam melindungi pahlawan devisa negara yang mampu menafkahi negara ini hingga 60 triliun per tahun? Apakah para TKI tidak layak mendapat perlindungan? Lalu bagaimana Indonesia ini mampu mengirimkan TKI yang berkualitas yang mampu bekerja cakap dan professional? Tanyakan pada orang yang menjabat!! Gw juga ga bisa jawabnya!!