Sunday, January 24, 2010

Globalization: Contructive or Destructive?

Globalization: Contructive or Destructive?
Pendahuluan

Secara umum tulisan bertujuan menjelaskan pemahaman yang lebih mendalam mengenai makna Globalisasi itu sendiri. Untuk melihat Globalisasi dari dua kaca mata yang berbeda. Sehingga dengan membaca tulisan ini, penulis berharap agar penulis dan pembaca dapat menilai apakah makna Globalisasi tersebut. Dapat menyimpulkan apakah globalisai sistem yang destruktif atau konstruktif apabila diterapkan pada setiap negara yang ada di dunia sebagai sistem internasional? Atau mungkin kita dapat mengambil hal-hal positif dan meninggal yang negatif dengan pengertian bahwa globalisasi bukanlah one-size-fits-all sehingga tidak bisa diterapkan oleh setiap negara. Sehingga perlu melihat Globalisasi seperti apa yang bisa diterapkan di negara tersebut.
Globalisasi merupakan suatu keadaan dimana politik, ekonomi, budaya, dan social events semakin terinterkoneksi satu sama lain, dan juga di mana semua hal tersebut saling mempengaruhi satu sama lain (Baylis: 2008). Globalisasi juga merupakan sistem internasional menggantikan sistem Perang dingin, yang hampir secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi politik, lingkungan, geopolitik dan ekonomi seluruh negara di dunia (Friedman:1999).

Di sini akan dijelaskan beberapa hal yang bersifat konstruktif seperti; kemajuan Teknologi (windows, internet, cable, video camera), global trade dan finance, global coorporation (humanitarian policy). Dan hal yang bersifat deskruktif seperti: arms race, war and intervention, environment degradation, dan terorism.

Sehingga dengan pemaparan penjelasan tersebut, kita dapat melihat, bahwa interkoneksi dan kemajuan teknologi yang mendukung terciptanya globalisasi sebagai sistem internasional tersebut bukanlah hal yang sepenuhnya akan menciptakan perdamaian, keamaanan dan kesejahteran bagi masyarakat dunia. Namun, ada hal yang harus kita lihat lebih dalam lagi, sehingga kita dapat menilai apakah globalisasi tersebut sistem yang dapat kita pakai secara global? Atau mungkinkah kita sama sekali keluar dari globalisasi? Take-it-or-leave-it package (Legrain:2002). Atau justru kita harus mengmbil jalan tengah dengan menciptakan globalisasi yang compatible dengan sistem domestik kita sendiri.

A. Globalization is contructive system

Kemajuan Tekonologi transportasi dan komukasi dan informasi.
Tekonologi merupakan faktor pendorong utama terciptanya globalasasi. Teknologi transportasi yang memudahpakan aliran barang, manusia dan jasa dalam waktu yang relatif singkat. Teknologi informasi dan komunikasi yang memudahkan individu mendapatkan informasi dan berinteraksi tanpa terbatas ruang dan waktu.

Friedman dalam bukunya World is Flat; menjelaskan tiga tahapan globalasasi yang telah terjadi. Globalisasi 1.0; di mana negara merupakan agent of change; tahun 1492-1800 yang dimulai dengan perairan Columbus yang berhasil megelilingi dunia, dan memperkecil dunia. Globalisasi 2.0; 1800-2000; di mana menganggap perusahaan multinasional sebagai agent of change. Perusahaan multinational merubah dunia dari ukuran menengah menjadi ukuran kecil. Dengan menciptakan integarasi perdagangan melalu global market yang dibantu dengan tersedianya alat transportasi berupa kapal uap, railroad, dan alat-alat komunikasi seperti telegraf, telepon, PC, satelit, fiber-optic cable dan world wide web generasi pertama. Globalisasi 3.0; 2000-sekarang; merubah dunia dari ukaran kecil menjadi sangat kecil dan datar. Individu merupakan aktor utama. Di sini kita melihat bahwa setiap individu dapat bekerjasama dan kompetisi secara global .

Ketiga tahapan globalisasi yang dipaparkan oleh Friedman tersebut, pada dasarnya didukung oleh penemuan-penemuan alat komunikasi dan transportasi yang memudahkan manusia untuk melakukan interaksi melalui batas negara dalam waktu yagn sangat singkat. Berawal dari pelayaran mengelilingi dunia yang dilakukan oleh Columbus, dengan bantuan kapal laut untuk berlayar. Arus investasi dan produksi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional juga tidak terlepas dari penemuan inovasi-inovosi baru alat transportasi dan komunikasi.

Ditemukannya PC Windows oleh Bill Gates, World Wide Web oleh TimBerners-Lee, menciptakan internet yang dapat digunakan oleh setiap individu untuk melakukan komunikasi dan interaksi kapan pun dan di mana pun. Inovasi ini yang kemudian memberikan kesempatan bagi individu untuk tumbuh menjadi agent of change dari globalisasi 3.0 seperti yang dijelaskan Friedman. Perkembangan ini kemudian disebut sebagai dotcom-bubble era .

Open Economy
Globalisasi memberikan pola perpindahan masyarakat yang sangat cepat dari daerah pedesaan dan gaya hidup pedesaan ke daerah perkotaan dengan gaya hidup kota dan lebih dekat dengan global fashion, food, markets dan entertainment trends.(Friedman: 1999).
Friedman mengatakan bahwa globalisasi menciptakan pasar global yang memberikan kesempatan kepada jutaan investor untuk berinvestasi di bagian dunia manapun. Dengan investiasi terasebut, akan tercipta berbagai bentuk lapangan pekerjaan bagi masyarakat di host country, terutama bagi negara-negara miskin yang akan membantu menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya, serta peingkatan pendapatan devisa negara dari pajak yang masuk dari kegiatan produksi. Globalisasi yang dikatakan sebagai sistem internasional menggantikan sistem perang dingin, diyakini dapat menciptakan kesejahteraan yang lebih mereta dan meningkatnya taraf hidup masyarakat internasional. Walaupun oleh Phlippe Legrain dalam bukunya Open World: The Truth about Globalization sangat membantah pandangan globalisasi sebagai sistem internasional seperti yang dikatakan Friedman, menggap bahwa globalisasi merupakan satu-satunya jalan untuk memerangin kemiskinan.

Freer trade make us richer ( Legrain: 2002). Investasi yang dilakukan oleh negara-negara kaya terhadap negara-negara miskin pada beberapa fenomena telah terbukti memberikan pengaruh positif terhadap perekonomian negara tersebut. Seperti yang telah dialami China setelah membuka pasarnya dengan memangkas tarif impor, kenaikan income per orang naik hingga 6.4% dari tahun 1965-1999. Hal ini juga dialami oleh negara-negara lainnya yang telah membuka jalur perdagangannya bagi perdagangan global seperti: India, Brazil, Meksiko, Viet Nam, dan Bangladesh .

Beberapa perbandingan juga kemudian dilakukan oleh beberapa pengamat ekonomi seperti Sachs dan Andrew Warner dari Harvard University; mereka menemukan bahwa negara miskin yang membuka diri bagi perdagangan internasional talah mengalami pertumbuhan ekonomi enam kali lebih cepat pada tahun 1970-an dan 1980-an dibanding negara-negara yang menutup dirinya terhadap perdagangan global. Diantaranya adalah negara-negara Afrika dan manyak negara-negara yang didominasi oleh penduduk yang beragama islam, di mana sangat tertutup dengan saham-saham pasar insternasional dan dengan modal asing yang sangat terbatas. Bahkan negara-negara ini juga semakin terisolasi dari negara-negara lain di dunia.

Global Cooperation (humanitarian policy)
Dalam sistem internasional, ada yang menganggap intervensi adalah hal yang melanggar kedaulatan wilayah suatu negara. Namun tidak semua intervensi bersifat agresif dan melanggar nilai-nilai HAM yang ada. Sebagaimana yang diyakini oleh kaum liberal, negara-negara liberal sebaik berfikir untuk menyelamatkan individu dari tekanan-tekanan yang datang dari negara mereka sendiri. Secara tradisional, berdasarkan pada hukum internasional, negara mempunyai hak untuk melindungi dirinya dari berbagai bantuan dari negara lain dan mengambil tindakan-tindakan agresif untuk melindungi warga negaranya dari ancaman (Cutler; 1985). Hukum internasional modern, memberikan sanksi dan paksaan ganti rugi atas tindasan yang dilakukan negara. Semenjak HAM menjadi masalah internasional, United Nations Charter memberikan wewenang bagi Dewan Keamanan untuk melakukan intervensi guna mencegah ancaman terhadap kemanan dan perdamaian internasional (Tim Dumn dan Steve Smith: 2008).

Masalah kemanusiaan lain yang ditangain secara global adalah masalah pengungsi. Pengungsi adalah kategori orang yang ditentukan definisisnya oleh hukum atau kebiasaan internasional. Status hukum pengungsi ditentukan oleh hukum internasional, yakni sebagai orang yang di tempatkan di bawah sistem perlindungan intrnasional.

Tidak kurang empat instrumen internasional telah dibentuk untuk menangani kasus pengungsi ini, yang mana saling menyempurnakan intrumen sebelumnya, yang keempatnya dibuat di bawah naungan PBB., satu diantarnya tidak berlaku lagi:

  1. Konstitusi Organisasi Pengungsi Internasional (OPI) (Constitution of the International Refugee Organization – IRO), 15 Desember 1946 (sudah tidak berlaku lagi);
  2. Statuta Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (Statute of the Office of the United Nations High Commissioner for Refugee – UNHCR), 14 Desember 1949 (instrumen nonyuridis);
  3. Konvensi mengenai Status Pengungsi (Convention relating to the Status of Refugee – CSR), 28 Juli 1951 (instrumen yuridis); dan
  4. Protokol mengenai Status Pengungsi (Protocol relating to the Status of Refugee – PSR), 31 Januari 1967 (instrumen yuridis).

B. Globalizations is destructive system

Arms race
Kita harus bisa melihat secara objektif bahwa kemajuan inovasi-inovasi persenjataan telah menimbulkan berbagai macam chaos dan saling mencurigai antar aktor negara dalam sistem internasional. Pada sebagian negara, peningkatan kapasitas dan kapabilitas sistem militer dan persenjataannya merupakan cara untuk menciptakan keamanan. Yang bertujuan untuk menghalagi penyerangan dari negara lain. Di lain sisi, kemanan yang diciptakan oleh suatu negara dengan membangun sistem militer dan persenjataannya justru menjadi ketidakamanan bagi negara lain. Permasalahan utamannya adalah, bahwa apabila arms race meluas menjadi peperangan tentu akan menyebabkan kehancuran dan ketidakamanan yang lebih besar.

Keadaan seperti ini dalam sistem internasional dikenal dengan security dilemma (Toga dan Gorman: 1990). Contoh yang paling jelas dapat kita lihat pada sistem yang terjadi selama perang dingin, di mana dunia telah dibagi menjadi dua kutub yang berbeda, antara paham demokrasi dan paham komunis. Demokrasi digawangi oleh negara superpower Amerika Serikat, sedangkan komunis sebagai kompetitornya digawangi oleh Uni Soviet. Kita melihat betapa kedua negara tersebut berusaha untuk meningkatkan kapalitas militernya sendiri-sendiri. Sehingga tidak sedikit juga tarjadi peperangan antara kedua negara superpower tersebut di beberapa bagian dunia seperti Eropa, Asia, dan Amerika Latin.

Setelah berakhirnya perang dinging, kedua negara berusaha untuk menciptakan kemajuan teknologi militer mereka dengan menciptakan senjata nuklir. Uni Soviet yang selalu tertinggal inovasinya berusah untuk tetap menyamakan. Pada tahun 1945, Amerika Serikat merupakan satu-satunya negara yang memiliki kekuatan nuklir. Uni Soviet kemudian tahun 1949 juga berhasil mengembangkan senjata atom. Kemudian pada saat yang bersamaan Amerika Serikat berhasil mengembangkan thermonuclear weapon dan Uni Soviet berhasil mengembankan bomb full-fusion. Pada tahun 1970-an Amerika Serikat berhasip menciptakan multiple independently targeted reentry vehicle (MIRV) generasi pertama, yang kemudian berhasil disamakan oleh Uni Soviet pada tahun 1975 (Toga dan Gorman: 1990) .

Kondisi perlombaan senjata ini berlangsung hingga tahun 1988 yang kemudian diikuti dengan runtuhnya komunis dan Uni Soviet pada tahun 1989. Selama masa perang dingin, beruntung banyak kesepakatan arms control yang tercipta antara kedua kubu. Diantaranya adalah disetujui The Strategic Arms Limitations (SALT I) tahun 1972 dan SALT II tahun 1979. Sehingga berhasil mencega terjadinya perang langsung antara Uni Soviet dan Amerika Serikat.

War and Intervention
Sebagaimana yang diyakini oleh para realists bahwasnya sistem internasional tersebut bersifat anarki. Anarki karena tidak adanya kedaulatan tertinggi di atas negara yang mampu menciptakan suat tatanan yang mengatur pola interaksi dan perilaku suatu negara. Termasuk mengakomodasi kebijakan-kebijakan luar negeri negara-negara dalam mengejar kepentingan nasionalnya agar tidak saling berbenturan dan menimbulkan kondisi yang konfliktual.
Perang adalam suatu situasi yang sangat ditakuti oleh human being. Suatu keadaan yang akans sangan mendekatkan kita pada kematian, desktruksi lingkungan, ekonomi, politik, hingga nilai-nilai kemanusiaan.

Pada dasarnya, perang terjadi akibat konflik yang ditimbulkan oleh benturan kepentingan-kepentingan antar negara yang terkait. Kepentingan-kepentingan yang disampaikan dalam bentuk kebijakan-kebijakan luar negera mau dalam negeri. Namun tidak sedikit kebijakan dari suatu negara berbenturan dengan kepentingan negara lain sehingga muncul konflik yang harus diselesaikan dengan cara-cara yang telah di tentukan dalam UN charter.

Perang merupakan extension of diplomacy by other means . Di sini perang dilihat sebagai alat dari kebijakan luar negeri agar negara dapat membuktikan kekuatannya dan mencapai kepentingan nasionalnya. Namun, di sisi lain, tidak sedikit juga perang yang dijadikan sebagai alat untuk mewujudkan perdamaian dengan menyerang negara-negara agresif sepeti yang dijelaskan dalam UN Charter yang dianggap sebagai final methode of settlement dispute.

Kemajuan teknologi yang mendukung terbentuknya globalisasi juga tidak terlepas dari kemajuan capabilitas militer dan senjata yang dimiliki oleh negara-negara besar di dunia. Inovasi-inovasi ditemukan oleh para ahli persenjataan telah menciptakan suatu keadaan saling merasa terancam antara satu negara dengan negara lainnya (red: baca Arms race).

Seperti tiga perang besar yang telah terjadi dan melibatkan sebagian besar negara-negara di dunia yaitu; Perang Dunia I, Perang Dunia II, dan Perang Dingin. Ketiga perang tersebut terjadi karena didukung oleh kapalitas senjata dan militer negara-negara agresor. Perang dunia I terjadi akibat perlombaan senjata antar aliansi yang meraas terancam antara satu dengan lainnya. Perang dunia II terjadi akibat rearment dan perkembangan militer yang terjadi di Jerman. Perang Dingin juga memili pola yang sama, perlombaan senjata dan ideologi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Perang saudara (civil wars) merupakan perang yang sebagian besar diakibatkan oleh adanya intervensi asing. Intervensi merupakan suatu tindakan negara untuk masuk dan mencapuri urusan domestik negara lain. Kedaan ini bisa dikategorikan sebagai Globalisasi 3.0 seperti yang dijelaskan Friedman dengan negara sebagai agent of change.

Environmental Degradation
Hubungan antara degradasi lingkungan, over-exploaited resources, dengan globalisasi sangatlah kompleks dan bertolak belakang. Dalam hal ini Multinational companies adalah aktor utama. Multinational companies¸ agent of change dari Globalization tahap II, telah merubah dunia yang berukuran besar menjadi ukuran medium (Friedman: 2005), melakukan berbagai bentuk eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam. Kegiatan eksploitasi yang dilakukan di negara yang bukan asal perusahaan tersebut menciptakan modal dan pekerja yang bersifat global. Hal ini tentu juga didukung dengan diciptakannnya sarana transportasi darat dan udara serta alat komunikasi yang berupa telepon, PC, satelit, fiber-optic cable, dan world wide web.
Setelah perang dunia kedua berakhir, pemulihan ekonomi global mengakibatkan kerusakan lingkungan yang sangat parah, termasuk polusi atsmosfir, sumber air bersih, dan laut (Baylis: 2008). Namun, degradasi lingkungan tersebut juga tidak dapat lepas dari tuntutan pembangunan, bantuan, dan restrukturisasi kerjasama ekonomi internasional yang dikehendaki oleh negara berkembang. Yang kemudian lebih dikenal dengan sustainble development.

Penelitian lingkungan dilakukan oleh para ilmuan yang tergabung dalam beberapa organisasi internasional seperti World Meteorogical Organization (WMO) dan beberapa organisasi akademis seperti International council for the explorations of the seas (ICES) dan the international union for the conservation of nature (IUCN). Serta penelitian saintific yang khusus meneliti permasalahan climate change, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) (Baylis: 2008).

Para ilmuan tersebut menemukan kerusakan lingkungan berupa; ‘ozone hole’, musnahnya beberapa jenis ikan dilaut bebas, tercemarnya laut dan sungai akibat minyak, hingga kerusakan astmosfer yang merupakan ancaman bagi kehidupan di bumi, sebagai dampak dari berlebihannya kegiatan industri dan penggunaan sumber daya fosil di bumi.

International Panel on Climate Change menemukan beberapa konsekuensi yang ditimbul oleh climate change :
  • Secara global, pemanasan yang ditimbulkan oleh manusia telah mempengaruhi sistem cuaca, hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan.
  • Lebih dari 30 tahun belakangan, para peneliti telah mengumpulkan data-data tentang bagaimana climate cahanges mempengaruhi sistem cuaca, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Dari 29.000 data yang didapat, 26.000 data didapat bersamaan dengan terjadinya perubahan iklim. Sekitar 100 tahun terakhir, suhu temperatur di bumi menigkat 0.74 oC, dan jumlah CO2 35% lebih tinggi dari masa sebelum industrialisasi, dan jumlah metan juga meningkat dua kali lipat .

Dengan demikian berdasarkan penilitian lebih lanjut yang dilakukan oleh IPCC adalah, bahwa manusia, hewan dan tumbuhan akan menghadapi konsekuensi berupa :

  1. Dalam pertengahan abad ini, daerah-daerah basah akan semakin basah dan daerah-daeraha kekuarangan air akan semakin tandus.
  2. Lebih dari seper enam dari populasi dunia akan kekurangan air, kebanyakan wilayah akan tergantung pada sumber air yang berasal dari salju dan es yang mencair.
  3. 20%-30% dari hewan dan tumbuhan bumi akan terancam punah jika rata-rata temperatur global naik lebih dari 1,5-2,5 oC diatas level 1990.
  4. Sebahagian besar dari batu karang akan memudar dengan juga pemanasan lokal naik 1 oC dan punah jika naik 2 oC.
  5. Ketika permukaan laut naik, maka pantai akan longsor dan populasi yang tinggak di dataran rendah akan terancam kena banjir.

Salah satu pendorong globalisasi dalam bidang perekonomian adalah dengan adanya GATT/WTO yang membuka pasar bebas dan perdagangan dunia. Sehingga arus barang, jasa, modal, dan manusia dapat terwujud dengan bebas. Usaha pemenuhan kebutuhan ekonomi oleh individu dan negara memberikan dampak eksternal yang negatif. Tak terkecuali dilema akan pertibangan lingkungan.

Fenomena yang terjadi di negara berkembang adalah tingginya tingkat deforestasi yang semakin memperluas wilayah kering, kurangnya wilayah resapan air, berubahnya pola hujan, dan meningkatnya temperatur global (Toga dan Gorman: 1990).

International Terrorism
Kita pasti sangat akrab dengan informasi tragedi 9/11 yang menyerang gedung World Trade Centre dan Pentagon Amerika Serikat. Serangan dramatis yang dituduhkan kepada pasukan Al-qaeda di bawah pimpinan Osama bin Laden. Walaupun masih ada yang membantah kebenaran berita tersebut, terkait adanya konpirasi politik yang dilakukan oleh Presiden George W. Bush, namun kita di sini tetap menganggap hal tesebut sebagai salah satu tindakan terorisme. Terlepas dari dugaan konspirasi.

Kemajuan teknologi yang mendukung terciptanya Globalisasi ternyata tidak hanya dimanfaatkan untuk membangun suatu sistem peredaban global yang menyatukan dunia kedalam suatu budaya kapitalis seperti yang dikatakan John Baylis. Namun, juga dimanfaatkan oleh para teroris untuk melancarkan aksi-aksinya, baik yang bersifat protes politik terhadap pemerintahan yang sedang berkuasa atau pun untuk menunjukkan eksistensi mereka.
Globalisasi telah memberikan kemajuan kapabilitas teknologi bagi para teroris dalam melancarkan aksi-aksinya. Tidak hanya dalam bidang militer, teroris juga telah memanfaatkan jaringan internet untuk menyebarkan pengaruh-pengaruhnya pada masyarakat tanpa terbatas oleh kedaualatan suatu negara. Seperti yang pernah dilakakukan oleh gerakan Tumpac Amaru Revolutionary di Lima . Sehingga, tidaklah heran apabila kita menemukan berbagai bentuk aksi teroris yang disebarkan melalui media world wide web.

Pesan yang disampaikan oleh para teroris tersebut bisa saja berupa video, pictures, text massanger, dan files lainnya. Dengan demikian, untuk menghindari flow pengaruh melalui internet yang semakin berlebihan, sangat diperlukan kebijakan negara yang mampu menyaring berbagai informasi tersebut dan memenangkan battle of hearts of minds (Baylis: 2008).

Dalam aksinya, teroris juga telah menggunakan telpon dan email untuk berkoordinasi. Global System for Mobile Communications (GSM) telah membangun jaringan telepon yang dapat digunakan dimanapun. Komunikasi yang dilakukan melalui email dan handphone juga kemudian memberikan kemudahan bagi para teroris untuk mengoordinasinakan aksi-aksinya. Sehingga, aksi yang mereka lancarkan tepat sasaran dan mencapai tujuan yang mereka inginkan dengan mudah. Sebagai contoh; serangan 9/11 ternyata telah dilakukan dengan kordinasi dari tempat yang berbeda antara pemimpin misi dengan crew esksekusi di pesawat hanya dengan menggunakan handphone prabayar.

Penutup
Dengan melihat bebearapa fenomena diatas, kita dapat memahami bahwasanya ada dua sisi yang sangat bertolak belakang dari globalisasi tersebut. Globalasasi yang dapat memberikan kemudahan dalam semua aktivitas invidu sehingga mampu menjadi salah satu aktor utama dalam hubungan internasional, akses barang, jasa, dan modal di seluruh penjuru dunia, atau juga hal yang justru mengakibatkan kehancuran bagi seluruh human kind.
Pada tulisan ini kita membagi beberapa hal yang dinilai konstruktif dan desruktif. Konstruktif seperti; kemajuan teknologi komunikasi, transportasi, dan informasi yang memudahkan kita untuk melakukan interaksi dengan individu, kelompok, perusahaan multinasional, hingga pemerintah tanpa batas jarak dan waktu. Namun, di sisi yang berlawanan, kita juga melihat kemajuan teknologi komunikasi, peningkatan kapabilitas militer dan senjata menjadi hal yang sangat menakutkan dan menciptakan anarkis dalam sistem internasional. Kaum Liberalis, pada dasarnya tidak menolak keyakinan kaum realist akan sistem internasional yang anarkis, tapi anarkis dalam sistem internasional bukanlah yang ada dengan sendirinya, melainkan suatu keadaan yang diciptakan oleh unstruktur interaksi dan berlandaskan kepada sisi gelap manusia. Seperti yang ditulis oleh Thomas Hobbes, dalam bukunya Leviathan.
Dari fenomena yang telah dijabarkan pada bagian pemabahasan. Tentu kita dapat menilai mana hal-hal yang konstruktif dan mana yang destruktif dari globalisasi tersebut, sehingga kita juga dapat memilah mana yang dapat kita terapkan dalam tatanan global. Sehingga mimpi keamanan, kerjasama, perekonomian dan perdamaian global dapat sama tercipta.
Dengan demikian kita dihadapkan dengan dua bentuk pilihan globalisasi yang sangat berlawanan. Pertanyaannya apakah kita akan melanjutkannya? Atau globalisasi seperti apakah yang kita inginkan? Globalisasi menurut Friedman adalah suatau realita tidaklah dapat dengan mudah diterima dengan mudah oleh semua negara. Globalisasi ternyata tidak serta merta dapat diterima oleh negara-negara non-demokrasi. Hal ini menjadi pada beberapa negara di dunia, terutama negara-negara Afrika dan Islam yang tidak siap dengan segala bentuk keterbukaan yang dibawa oleh liberalis kapitalis.
Mungkin seharusnya kita membentuk suatu relita globalisasi yang dapat digunakan oleh semua negara. Setiap negara harus menemukan metode-metode sendiri agar yang sesuai dengan nilai-nilai, budaya, identitas sosial, bahasa, ideologi dan agama yang dianut sehingga tidak mengikis identitas negara yang telah terbentuk.


Daftar Pustaka
Baylis, John. 2008. The globalization of world politics; an introduction to international relations. 4th edition. New York: Oxford University Press Inc.

Carlsnaes, Walter. Thomas Risse.2002. Handbook of International Relations. London: Sage

Clausewitz , Carl Von dalam Peter A. Toma dan Robert F. Gorman. 1999. International relations: Understanding Global Issues. California: Wadsworht.Inc

Friedman, Thomas L..2005. world is flat. New York: Farrar, Straus & Giroux
Friedman, Thomas L. 1999. The lexus and The olive tree. New York: Farrar, Straus & Giroux
Legrain, Philipppe. 2002. Open World: The truht about globalization. Great Britain: Abacus.
Toma, Peter A. Robert. F. Gorman. 1990. International Relations: Understanding Global Issues. California: Pasific Grove

Smith, Steve. Amelia Hadfield. Tim Dunne. 2008. Foreign Policy. New York. Oxford
Ministry of Climate and Energy of Denmark. The consequences are already visible .dalam http://en.cop15.dk diakes 30 Januari 2009 pukul 11.36 WIB

No comments:

Post a Comment