Friday, July 8, 2011

Penjara suci itu disebut pesantren! E.4

...“setiap individu itu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat nanti, pemimpin memiliki tanggung jawab yang besar terhadap orang-orang yang dipimpinnya, tidak untuk mencari kesenangan sendiri, apalagi memperkaya diri sendiri. Kita telah melihat dan mengalami sendiri bagaimana Korupsi , Kolusi dan Nepotisme meraja lela di negeri ini selama pemerintahan orde baru. Pemerintahan Soeharto (alm) yang telah menghalalkan segala macam cara untuk memeras rakyatnya, H3T, halal haram  hantam terus...”. Dengan semangat berapi-api dan berlagak seperti Da’i kondang ane berceramah di depan bapak-bapak, ibuk-ibuk, kakek-nenek, serta teman-teman di suatu subuh di bulan ramadhan, tepatnya di mesjid deket rumah ane. Sungguh sangat patriotik perasaan ane waktu itu. Hingga sekarang masih jelas tergambar di pikiran ane betapa mengantuknya para jamaah mendengarkan ceramah ane.

Aturannya, setiap santri dari pesantren ane diwajibkan untuk memberi ceramah di mesjid-mesjid selama bulan ramadhan, biar itu di waktu tarwih, subuh, zuhur, ashar, atau pun maghrib, minimal 1 kali, dalam 1 ramadhan. Enam tahun ane di pesantren, seharusnya at least ane telah 6 kali berceramah di bulan ramadhan. Namun buat ane faktanya tidak begitu, ane selalu mangkir dari kewajiban ini setelah 1 kali, tepat di kelas 1 SMP di pesantren ane menjalankan kewajiban itu. Setelah itu tidak pernah lagi, sungguh bejat. Enam tahun jadi santri, cuma 1 kali ane ceramah ramdhan what a shame. Setiap ditanya sama temen-temen mengapa, ane selalu menjawab “berda’wah tidak perlu di atas mimbar bro, cukup dengan tingkah laku, kalau-kalau kau salah berbicara sewaktu ceramah, berdosa kau, kalau-kalau kau menganjurkan orang untuk berbuat baik tapi kau selalu tidak menjalankannya, niscaya jadi orang munafik kau”. Pembelaannya yang sungguh cerdik, tapi ini tidak benar, sangat salah.

Yang paling kecewa pasti Ayah ane men, tau kalian mengapa ane dimasukin ke pesantren? Supaya ane bisa jadi ustazd atau penceramah kondang. Awalnya begini, ketika ane kelas 5 SD, ada salah seorang santri dari pesantren ane berceramah di mesjid deket rumah ane, khutbah jumat tepatnya. Lebih mengejutkan lagi, dia juga diundang untuk khutbah Idil Fitri di desa ane, padahal waktu itu dia masih SMA. Luar biasa bukan? Obviously. Namanya Salman, berita terakhir yang ane dengar, dia telah bekerja di MUI pusat. Sangat pintar. Kalau dia berceramah, lebih jago dari pada Aa gym menurut ane. Inilah yang membuat ayah ane juga tertarik dengan pesantren, alhasil ane juga dikarbit di sana.

Ramadhan kedua selama ane di pesantren, ane dimarahin karena ga mau ceramah ramadhan, namun seterusnya, tidak pernah lagi. Ane mengganti kelemahan ane dengan prestasi sekolah, ane selalu juara kelas. pinter kan ane? Ga juga. Bukan buat nyombong cuma berbagi aja kalau kita memiliki kelemahan dan kelebihan pada hal-hal yang berbeda. Syukur ayah ane memahami kalau ane sangat idiot dalam urusan ceramah.

Di pesantren kita memang dididik untuk bisa berceramah, ada jadwalnya. Setiap malam jum’at setelah sholat isya. Namanya Muhaddaroh.Ini acara rutin mingguan, biasanya dilaksanakan di dalam kelas. Satu asrama dalam satu kelas. Masing kelas atau asrama akan melahirkan 5-7 orang da'i muda setiap minggunya. Luar biasa! Ruangan kelas biasanya di design dengan menyusun meja-meja dan kursi sedemikian rupa, sehingga membentuk suatu podium orasi perjuangan kemerdekaan.

Sejujurnya, ane lebih nyaman denger ceramah temen-temen ane dibanding kebanyakan Buya-buya karbitan di luar ono. Sok-sok-an ngomong politik, tapi mereka ga ngerti apa itu politik. Iseng-iseng ngomongin kapitalis, neo-lib tapi mereka ga pernah begitu mempelajari dan memahaminya, malu dong ama anak HI. lol. Temen-temen ane di pesantren kalau berceramah, bahasannya ringan, tapi penting. "Sholat" misalnya. Innasholati wanusyuki, wa mah yaaya, wamamati. Lillahirabbil'alamin. Atau zakat, ayatnya, Aqimissholatawatuuzzkat. Atau tentang Pentingnya Menuntut Ilmu, al'ilmufishghori, qannaksi a'lalhajjari, atau utlubul'ilma minal mahdi ilalahdi.  Tentang memimpin keluarga kuamfusakum, waahlikum naara. Tak ketinggalan tentang kenakalan remaja, Walatakrabuzzina. Sangat ringan, tapi sangat penting untuk jalan menuju  syurga. Dan bisanya, teriakan semangatnya itu, Allahuakbar, kayak anggota FPI yang demo itu, tapi kita bukan FPI, kita hanya Hamba Allah yang mencoba mempelajari kalamullah. Setiap bahan ceramah yang akan disampaikan biasanya diseleksi dulu. Di seleksi sama senior yang udah SMA, biasa dipanggil Mudabbir, biasanya senior-senior ini yang menjadi pengawas selama berlangsungnya kegiatan muhaddaroh.

Bicara soal penampilan, para da'i-da'i cilik ini ga akan kalang dengan para ustazd yang sering nongol di tipi--tipi. Peci haji, sorban di pudak kiri, baju koko, celana bahan, sepatu. Ada juga yang pake kopiah, jas, dasi dan sepatu mengkilat, seperti penghulu. Ibu-ibu yang mau cari bakal bibit calon mantu, monggo datang ke pesantren, di malam jumat, jangan takut horror, insyaAllah aman. Selain belajar berpidato, biasanya muhaddaroh juga dipake untung ajang berekspresi. Ada gilirannya kita harus menampilkan bakat kita yang lain. Bisa nyanyi, main guitar, ngelawak kayak sule, pantomin, sulap, bercerita, puisi, hingga mempermalukan diri dengan cuma diem di depan tanpa melakukan apa-apa lalu keluar kelas dengan menanggung rasa malu, terlalu.


ntar disambung lageehh...

No comments:

Post a Comment